"....Tuhanpun berbisik, Aku akan mengirimkan orang yg pantas untukmu yg memiliki perjuangan yg setimpal denganmu. dan kamu bisa menjadi bagian dari dirinya; tulang rusuknya"
Aku bertanya-tanya, Tuhan mengapa begitu cepat? Perjuanganku belum seberapa dan aku masih sanggup untuk bertahan tapi mengapa justru dia yg malah pergi meninggalkanku?
Tuhanpun menjawab, "Aku buat dia pergi dari hidupmu karena perjuanganmu tidak pantas untuknya, dia tidak pernah menghargainya, sedikitpun menoleh dia tidak ingin".
Akupun terus membelanya, lalu Tuhan berkata "Bukan dia orangnya, tapi orang lain. Aku akan mengirimkan orang yg pantas untukmu, yg mempunyai perjuangan yg setimpal denganmu. Kau dapat memanggilnya tulang punggungmu, dan kamu adalah tulang rusuknya"
Aku menyerah. Aku hanya bisa menangis.
Ternyata perjuanganku berakhir disini. Dengan titik setengah lelah aku berhenti, aku kumpulkan sisa-sisa tenaga yg ada untuk bertahan menahan air mata. Namun tidak ku sangka, tekanannya lebih besar dari kekuatanku.
Aku mencintainya meskipun tenagaku telah habis untuk memberikan segalanya.
Aku hanya mencintainya dengan sissa-sisa mimpi yg telah dia hancurkan.
Aku mencintainya dengan kata perkata yg harus dibaca dahulu baru bisa dimengerti.
Aku mencintainya dengan rumit, dengan orang lain yg tidak mengerti apa yg ada di logikaku.
Aku mencintainya dengan tumpukan perjuangan yg telah usang tanpa dia mau menyentuhnya atau membukanya kembali.
Waktu terus berlalu, sinarku selalu memaksaku untuk membuat dua sudut dalam bibirku lagi. Tapi bayangan hitam selalu mengancamnya.
Aku tidak menyesal dengan perjuangan yg aku berikan lalu rasa sakit yg kamu balaskan.
Aku tergeletak dalam sepinya jalan. Menatap puing-puing kenangan yg tersisa.
Hanya tersimpan satu dan sebuah keganjilan. Mengapa aku begitu kuat dengan hantaman rasa sakit yg diberikan oleh orang yg telah kuperjuangkan?
Aku bangkit dan mulai berjalan. Ku langkahkan kaki untuk mengejarnya kembali, tetapi Tuhan tidak mengizinkan. Aku kembali terjatuh. Terbata. Tersudut.
Dia terus berlari, tidak berhenti, dan tidak menoleh kebelakang.
Mungkin baginya mudah menghapuskan segalanya, waktu yg terlewat dan kenangan yg selali mendampingi. Tapi bagiku waktu adalah tentang hidup. Jika aku melupakan segalanya, berarti aku melupakan hidupku. Haruskah aku berlutut untuk mengatakan semuanya? Banggakah kamu dengan air mata wanita untukmu?
Aku kuat demi seseorang, dan aku lemah karena seseorang. Tuhan membuatku jatuh berkali-kali untuk mengirimkan seseorang yg datang untuk membangunkanku dan membawaku terbang tinggi tanpa membiarkanku jatuh lagi.