Minggu, 25 Januari 2015

Pentingnya Komunikasi Dalam Manajemen

Nama: Eva Jayanti Ruspita
Kelas: 3PA08
NPM: 12512573
Psikologi Manajemen
Komunikasi Dalam Manajemen

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Menurut Everett M. Rogers komunikasi adalah proses suatu ide dialihkan dari satu sumber kepada satu atau banyak penerima dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi nonverbal.

Mengapa komunikasi ini penting dalam manajemen? Komunikasi memiliki hubungan yang erat dengan kepemimpinan. Kepemimpinan yang baik dibangun oleh komunikasi yang baik juga antar anggotanya sehingga memiliki tujuan yang selaras antara anggota dan pemimpinnya. Rogers (1969) mengatakan “Leadership is Communication. Kemampuan berkomunikasi akan menentukan berhasil tidaknya seorang pemimpin dalam melaksanakan tugasnya.

Proses Komunikasi yang efektif memungkinkan manejer untuk melaksanakan tugas-tugas mereka. Informasi harus dikomunikasikan kepada anggotanya agar mereka mempunyai dasar perencanaan dan agar rencana-rencana itu dapat dilaksanakan. Pengorganisasian memerlukan komunikasi dengan bawahan tentang penugasan mereka. Pengarahan mengharuskan manajer untuk berkomunikasi dengan bawahannya agar tujuan kelompok dapat tercapai. Jadi seorang manajer akan dapat melaksanakan fungsi-fungsi manajemen melalui interaksi dan komunikasi dengan pihak lain.

Komunikasi yang baik juga dapat menjalin hubungan yang baik antara atasan dengan karyawan atau karyawan antar karyawan. Sehingga tidak terjadi perselisihan antar karyawan karena salah paham. Berikut ini beberapa peran komunikasi, yaitu:
1.      Menciptakan kepuasan kerja
Jika lingkungan kerja ramah dimana bawahan didorong untuk mengkomunikasikan ide-ide mereka kepada manajer mereka mengenai pekerjaan terkait, dan umpan balik mereka diberikan pertimbangan, akan memotivasi karyawan untuk bekerja lebih baik dan membuat mereka merasa dihargai dalam perusahaan.
2.      Menyelesaikan konflik
Komunikasi yang terbuka di tempat kerja dapat membantu mencegah dan menyelesaikan konflik.
3.      Meningkatkan produktivitas
Setiap perusahan memiliki seperangkat visi dan misi yang jelas. Manajer harus dapat mengkomunikasikan hal itu kepada karyawan dan memastikan bahwa semua anggota timnya bekerja menuju tujuan yang sama. Manajer juga perlu mengkomunikasikan kepada karyawannya akan pekerjaan, tanggung jawab, dan tugas mereka.
4.      Pembentukan hubungan
Komunikasi terbuka, baik antara karyawan dan manajer atau antara manajemen dan karyawan, mengarah pada pembentukan hubungan pribadi dan professional yang lebih baik. Hal ini membuat karyawan merasa benar-benar peduli dan dihargai, dan mereka lebih cenderung untuk tetap setia kepada perusahaan.
5.      Pemanfaatan sumber daya
Jika sebuah perusahaan menghadapi masalah, krisis, dan konflik akibat miskomunikasi antara karyawan, menyebabkan penundaan yang tidak perlu dalam pekerjaan sehari-hari. Hal ini menyebabkan pemborosan sumber daya dan menurunkan produktivitas kerja secara keseluruhan. Jadi lingkungan komunikasi yang baik adalah suatu keharusan bagi setiap perusahaan untuk lebih memanfaatkan sumber daya dan meningkatkan produktivas.

Pentingnya komunikasi di tempat kerja dapat diringkas dalam dua kata, ‘kepuasan kerja’. Jika karyawan puas bekerja dalam suatu perusahaan, tidak menyangkal fakta bahwa masa depan perusahaan benar-benar terjamin.

Minggu, 18 Januari 2015

Stres dan Konflik Dalam Manajemen

Nama : Eva Jayanti Ruspita
NPM : 12512573
Kelas : 3PA08
Psikologi Manajemen
Stres dan Konflik dalam Manajemen
Konflik dalam manajemen
Dalam suatu organisasi, perselisihan atau konflik adalah hal yang sering terjadi dan tidak dapat dihindari. Konflik dapat memberikan pengaruh positif atau negatif. Konflik organisasi adalah ketidaksesuaian paham antara dua orang anggota organisasi atau lebih, yang timbul karena fakta bahwa mereka harus berbagi dalam hal mendapatkan sumber-sumber daya yang langka atau aktivitas-aktivitas pekerjaan, dan atau karena fakta bahwa mereka memiliki status-status, tujuan-tujuan, nilai-nilai atau persepsi-persepsi yang berbeda-beda (Stoner & Wankel. 1980:216).
Konflik dalam organisasi timbul sebagai adanya masalah-masalah komunikasi, hubungan pribadi, atau struktur organisasi. Menurut Handoko (1995:354), penyebab konflik adalah sebagai berikut:
1.      Komunikasi
Salah pengertian berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti, atau informasi yang mendua dan tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.
2.      Struktur
Pertarungan kekuasaan antar departemen dengan kepentingan-kepentingan atau sistem penilaian yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan sumber daya yang terbatas atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok-kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.
3.      Pribadi
Ketidaksesuaian tujuan atau nilai-nilai sosial pribadi karyawan dengan perilaku yang diperankan pada jabatan mereka, dan perbedaan dalam nilai-nilai atau persepsi.

Bentuk konflik
a.       Substantive Conflict, yaitu konflik secara substansi yang meliputi ketidaksesuaian paham tentang hal-hal seperti tujuan, alokasi sumber daya, distribusi imbalan, kebijaksanaa dan prosedur-prosedur serta penugasan pegawai
b.      Emotional Conflict, yaitu timbul karena perasaan-perasaan marah, ketidakpercayaan, ketidaksenangan, takut dan sikap menentang, maupun bentrokan-bentrokan kepribadian.

Penyelesaian konflik
1.      Bersikap tidak peduli.
2.      Menekannya. Menekan konflik yang terjadi menyebabkan menyusutkan dampak konflik yang negatif, tetapi tidak mengatasi. Menekan hanya sebuah pemecah konflik yang semu.
3.      Menyelesaikannya.

Stres dalam Manajemen
Stres dapat dikatakan sebagai akibat dari konflik. Stres kerja dapat diartikan sebagai tekanan yang dirasakan pada karyawan ditempat kerja dimana dapat disebabkan karena tuntutan kerja yang terlalu banyak atau hubungan yang buruk antar karyawan. Stres dalam tiap orang berbeda-beda tergantung bagaimana orang tersebut memberikan respon terhadap tuntutan atau tekanan dalam pekerjaannya. Dalam beberapa kasus, stres tidak selalu bernilai negatif ada juga yang bernilai positif. Misalnya, beberapa orang bekerja lebih baik menjelang deadline dan dalam tekanan waktu, sementara yang lainnya mungkin menjadi problematis.
Stres di tempat kerja dapat menimbulkan berbagai konsekuensi pada individu karyawan. Secara psikologis, timbul ketidakpuasan kerja yang diikuti dengan adanya tekanan pada emosi seperti cemas, mudah tersinggung atau mudah marah, bad mood, muram, bosan dan sikap kasar. Stres juga bisa berakibat pada perubahan perilaku karyawan, seperti: menurunnya produktivitas, tingkat kehadiran dan komitmen terhadap organisasi.
Sweeney dan McFarlin (2002:254-259) menyebutkan bahwa ada 3 hal yang dapat menyebabkan dan meningkatkan stres, yaitu:
a.       Pekerjaan
Pekerjaan dan jenis pekerjaan memiliki kadar stressor yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristik dan resiko pekerjaan. Dapat dilihat skor stress pada perekrut personil atau bagian personalia ada sebesar 41,8.
b.      Faktor kepribadian
Stres pada tiap individu berbeda-beda sesuai dengan kepribadian individu yang setiap orangnya berbeda-beda. Setiap orang dengan kepribadian yang berbeda akan menafsirkan persoalan yang dihadapinya dengan berbeda pula.
c.       Perubahan
Perubahan sering dirasakan sebagai sesuatu yang tidak nyaman bagi kebanyakan orang dan organisasi, karena perubahan memiliki akibat yang mungkin tidak terkira, bisa baik atau buruk. Oleh karena itu banyak orang yang kurang menyukai perubahan, terutama perubahan yang mengancam zona nyaman yang selama ini ia miliki. Contoh dalam manajemen seperti perubahan struktur organisasi atau pemimpin.
Konflik dan stress adalah dua hal sering beriringan dalam perilaku organisasi. Keduanya memiliki masalah yang terkadang tidak bisa dihindari. Dari konflik dapat memicu hadirnya stres. Stress tiap individu berbeda-beda tergantung kepribadian individu tersebut dalam menghadapi masalah didepannya.







Referensi:
Stoner, James A.F., Charles Wankel, (1986), Management, 3-d, edition, Prentice Hall International Inc., London.
Sweeney, Paul D. & McFarlin, Dean B. (2002). Organizational Behavior: solution for management. International Edition. McGraw Hill Inc.
T. Hani Handoko (1995), Manajemen, Edisi 2 BPFE, Yogyakarta

http://file.upi.edu/Direktori/FPEB/PRODI._MANAJEMEN_FPEB/197207152003121-CHAIRUL_FURQON/Artikel-konflik_%26_stres_dalam_organisasi.pdf

Minggu, 11 Januari 2015

Kontrol Dalam Manajemen

Nama : Eva Jayanti Ruspita
Kelas : 3PA08
NPM : 12512573
Psikologi Manajemen

                                                       Kontrol Dalam Manajemen             
Kontrol atau pengendalian dalam manajemen adalah upaya sistematis untuk mereview kembali antara perencanaan dan kinerja di lapangan untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan kata lain kontrol atau pengendalian dalam manajemen adalah membandingkan kinerja dengan standar yang telah ditentukan, rencana, atau tujuan untuk menentukan apakah kinerja tersebut sejalan dengan standar yang ada serta juga mencakup proses bagaimana para manajer mempengaruhi anggota lainnya untuk mencapai tujuan perusahaan melalui strategi tertentu.

Dari definisi tersebut dapat dinyatakan bahwa ada hubungan yang erat antara perencanaan dan pengendalian. Perencanaan adalah suatu proses dimana tujuan organisasi dan metode untuk mencapai tujuan ditetapkan dan pengendalian adalah proses yang mengukur dan mengarahkan kinerja aktual kepada tujuan yang direncanakan organisasi. Pengendalian manajemen tidak harus semua hal harus sesuai dari rencana yang telah ditentukan sebelumnya, seperti anggaran. Rencana tersebut diformulasikan, dengan kata lain mematuhi anggaran tidaklah selalu baik dan penyimpangan dalam anggaran tidaklah selalu buruk namun penyimpangan harus tetap dapat di kontrol.

Tujuan kontrol atau pengendalian manajemen adalah untuk memotivasi dan memberi semangat kepada para anggota organisasi, dan selanjutnya mencapai tujuan organisasi. Ini merupakan proses mendeteksi dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja.

Elemen-elemen sistem kontrol, yaitu:
1.      Karakteristik atau kondisi yang akan dikontrol
Karakteristik atau kondisi dari sistem operasi yang akan diukur. Karakteristik dapat berupa output dari sistem dalam tahap pemrosesan atau mungkin suatu kondisi yang merupakan hasil dari sistem. Sebagai contoh dalam sistem sekolah dasar para jam kerja guru atau keunggulan pengetahuan yang ditunjukkan oleh siswa pada ujian nasional adalah contoh karakteristik yang dapat dipilih untuk pengukuran atau kontrol.
2.      Sensor
Merupakan sarana untuk mengukur karakteristik atau kondisi. Sebagai contoh dalam sistem kontrol pengukuran kualitas dapat diandaikan oleh inspeksi visual dari produk.
3.      Komparator
Menentukan kebutuhan koreksi dengan membandingkan apa yang terjadi dengan apa yang telah direncanakan. Beberapa penyimpangan dari rencana adalah biasa dan diharapkan, tetapi ketika berada di luar variasi yang dapat diterima tindakan korektif diperlukan. Ini melibatkan semacam tindakan pencegahan yang menunjukkan bahwa kontrol yang baik sedang dicapai.
4.      Aktivator
Tindakan korektif diambil untuk mengembalikan sistem ke output yang diharapkan. Contohnya adalah seorang karyawan diarahkan ulang untuk bagian-bagian yang gagal lulus pemeriksaan mutu atau kepala sekolah yang memutuskan untuk membeli buku-buku tambahan untuk meningkatkan kualitas siswa. Selama rencana dilakukan dalam batas-batas yang diijinkan tindakan korektif tidak diperlukan.

Kegiatan Pengendalian Manajemen meliputi :
-          Merencanakan apa yang seharusnya dilakukan oleh organisasi.
-          Mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas dari beberapa bagian organisasi.
-          Mengomunikasikan informasi.
-          Mengevaluasi informasi.
-          Memutuskan tindakan apa yang seharusnya diambil jika ada.

Kontrol dapat dikelompokkan berdasarkan tiga klasifikasi umum :
·         Sifat arus informasi yang dirancang ke dalam sistem (kontrol berulang terbuka atau tertutup)
·         Jenis komponen yang termasuk dalam desain (Sistem kontrol manusia atau mesin)
·         Hubungan kontrol dengan proses pengambilan keputusan (kontrol organisasi atau operasional)








Sumber:
Richard Arvid Johnson (1976). Management, systems, and society : an introduction. Pacific Palisades, Calif.: Goodyear Pub. Co. pp. 148–142. Dari: http://en.wikipedia.org/wiki/Control_%28management%29 , 24 November 2013

Samuel Eilon (1979). Management control. Boston, Mass.: Harvard Business School Press. Dari: http://en.wikipedia.org/wiki/Control_%28management%29 , 24 November 2013

http://www.academia.edu/5114193/MAKALAH_SISTEM_PENGENDALIAN_MANAJEMEN