Selasa, 19 Februari 2013

"....Tuhanpun berbisik, Aku akan mengirimkan orang yg pantas untukmu yg memiliki perjuangan yg setimpal denganmu. dan kamu bisa menjadi bagian dari dirinya; tulang rusuknya"

Pagi ini aku terbangun, melihat sinarnya mentari seperti biasanya. Namun hari ini bukan hari yg biasa. Aku tersadar akan sesuatu, kemarin adalah terakhir kalinya kulihat dua sudut di bibirku merekah. Terakhir kalinya mereka bisa bekerja sama membentuk keindahan dalam wajah seseorang. Sampai saatnya tiba, hari yg kufikir tidak akan datang akhirnya datang pada hari ini.

Aku bertanya-tanya, Tuhan mengapa begitu cepat? Perjuanganku belum seberapa dan aku masih sanggup untuk bertahan tapi mengapa justru dia yg malah pergi meninggalkanku?
Tuhanpun menjawab, "Aku buat dia pergi dari hidupmu karena perjuanganmu tidak pantas untuknya, dia tidak pernah menghargainya, sedikitpun menoleh dia tidak ingin".
Akupun terus membelanya, lalu Tuhan berkata "Bukan dia orangnya, tapi orang lain. Aku akan mengirimkan orang yg pantas untukmu, yg mempunyai perjuangan yg setimpal denganmu. Kau dapat memanggilnya tulang punggungmu, dan kamu adalah tulang rusuknya"
Aku menyerah. Aku hanya bisa menangis.

Ternyata perjuanganku berakhir disini. Dengan titik setengah lelah aku berhenti, aku kumpulkan sisa-sisa tenaga yg ada untuk bertahan menahan air mata. Namun tidak ku sangka, tekanannya lebih besar dari kekuatanku.
Aku mencintainya meskipun tenagaku telah habis untuk memberikan segalanya.
Aku hanya mencintainya dengan sissa-sisa mimpi yg telah dia hancurkan.
Aku mencintainya dengan kata perkata yg harus dibaca dahulu baru bisa dimengerti.
Aku mencintainya dengan rumit, dengan orang lain yg tidak mengerti apa yg ada di logikaku.
Aku mencintainya dengan tumpukan perjuangan yg telah usang tanpa dia mau menyentuhnya atau membukanya kembali.

Waktu terus berlalu, sinarku selalu memaksaku untuk membuat dua sudut dalam bibirku lagi. Tapi bayangan hitam selalu mengancamnya.
Aku tidak menyesal dengan perjuangan yg aku berikan lalu rasa sakit yg kamu balaskan.

Aku tergeletak dalam sepinya jalan. Menatap puing-puing kenangan yg tersisa.
Hanya tersimpan satu dan sebuah keganjilan. Mengapa aku begitu kuat dengan hantaman rasa sakit yg diberikan oleh orang yg telah kuperjuangkan?
Aku bangkit dan mulai berjalan. Ku langkahkan kaki untuk mengejarnya kembali, tetapi Tuhan tidak mengizinkan. Aku kembali terjatuh. Terbata. Tersudut.
Dia terus berlari, tidak berhenti, dan tidak menoleh kebelakang.

Mungkin baginya mudah menghapuskan segalanya, waktu yg terlewat dan kenangan yg selali mendampingi. Tapi bagiku waktu adalah tentang hidup. Jika aku melupakan segalanya, berarti aku melupakan hidupku. Haruskah aku berlutut untuk mengatakan semuanya? Banggakah kamu dengan air mata wanita untukmu?

Aku kuat demi seseorang, dan aku lemah karena seseorang. Tuhan membuatku jatuh berkali-kali untuk mengirimkan seseorang yg datang untuk membangunkanku dan membawaku terbang tinggi tanpa membiarkanku jatuh lagi.

Sabtu, 09 Februari 2013

"Tenang saja, aku tidak akan pergi selama kamu masih menginginkan air mataku..."

Pagi datang kembali, aku kira apa yang terjadi semalam hanya mimpi.
Aku baca ulang pesan-pesanmu, perdebatan kita semalam. Tidak tahu apa rasa yang ada, seperti merobek luka yang masih baru. Teramat sakit.
Aku coba menyingkirkannya dari ingatanku tapi selalu muncul kembali. Tanpa maaf, tanpa permisi kamu datang kembali seakan semalam tidak terjadi apa-apa. Memiliki daya apa aku? Hanya mencintaimu dengan tulus tanpa peduli kamu caci maki berkali-kali. Hanya menyayangimu dengan seonggoh kekuatan yang ku punya tanpa peduli kamu pandang aku hina.
Dan untuk kesekian kalinya persinggahan maaf kembali menjadikanmu raja didalamnya. Bodohkah aku? Atau cinta memang selayaknya begitu?

Malam ini, tepat satu malam setelah kejadian itu. Aku mengirimkan pesan untuk venusku, dan dia kembali muncul malam ini. Tanpa bintang lainnya, hanya sendiri dengan sinar yang paling terang untuk menghiburku; terlihat sangat kontras diantara awan gelap. Aku buka ponselku, ku lihat foto kita berdua. Otakku menerka-nerka, bagaimana bisa pria yang tersenyum lugu dalam foto ini merobek hatiku dan merekatkannya kembali? Memberi garis yang permanen dalam tiap hariku? Apa dia seorang malaikat?

Kamu kembali dingin hari ini. Tanpa sebab. Tanpa mengerti apa salahku. Pesan singkatku hanya kamu baca.
"Tuhan, ku mohon aku tidak mau melewati malam itu lagi" bisikku pada Tuhan.

Tidak sadarkah kamu ada seseorang yang melihat ponselnya berkali-kali hanya untuk menunggu balasan darimu?
Tidak sadarkah kamu ada orang yang gelisah jika kamu tidak memberinya kabar?
Tidakkah kamu merasa beruntung ada seseorang yang mencintaimu melebihi apa yang pernah dia rasakan sebelumnya?
Banggakah kamu dengan sifat acuhmu itu?
Tenang saja, aku tidak akan pergi selama kamu masih menginginkan air mataku.
"Aku mencintamu... Sangat mencintamu"
Berapa banyak kata yg mampu terucap jika pilu yang kau buat mampu membuat bibirku kelu?
Apakah kau sadar bagaimana menjadi seorang pejuang? Mempertahankan serpihan-serpihan kecil yang menusuk untuk di tata kembali. Kau kira itu mudah? Menangis tanpa air mata dihadapanmu. Apa kau sadar dalam senyumku terdapat isyarat 'mengertilah'?
Kau tidak mengerti bagaimana bersimpuh dengan dewa cinta untuk menyulam apa yang telah hancur.
Apa pernah kau tau apa alasanku untuk berjuang?
Lalu kau mudah saja menganggap aku bukan apa-apa. Sebening itukan usahaku sampai kau tidak mampu melihatnya, atau memang kesengajaanmu tidak peduli dengan semuanya?
Lalu kau dengan mudah mengungkit apa yang telah kau berikan? Apa itu?!! Berjuangkah? Atau rasa pamrih??
Tuhan memang adil, yang kuatlah yang berjuang, tapi ada di rumus mana bahwa hanya yang kuat yang boleh berjuang? Lalu kemudian kau duduk bersantai dalam singgasana mu melihatku berjuang dengan mengorbankan segala kebahagiaan yang aku punya hanya demi seseorang yang aku panggil 'cinta sejati' itu. Dimanakah nuranimu?
Coba lihat kedalam mataku, bukankah penuh awan indah untukmu? Bukan..Bukan.. Bukan mendung.. Tapi coba kau tilik kembali, adakah pelangi sesudahnya?
Aku menangis dalam hujan, dan kau kemudian bertanya mengapa aku berada di tengah derasnya hujan? Kau ingin tau apa alasannya? Karena aku tidak ingin kau melihat air mataku, biar mengalir bersama air hujan. Aku hanya tidak ingin dikasihani.
Aku tidak perduli apa yang mereka ceritakan tentang 'perjuangan bersama'. Aku tidak iri dengan mereka. Sama sekali tidak! :) Jika kamu tidak mau melakukan itu tidak apa :') Aku ikhlas bagaimana menutup mataku, merasakan beratnya berjuang sendiri. lalu membayangkanmu. Itu semua indah dalam pengorbanan.
Beberapa orang tidak memakai logikanya dalam berjuang, bersimpuh darah agar yg lainnya tetap putih.
Kita tidak pernah merasakan terjatuh bersama agar kita mengerti bagaimana rasanya terjatuh sakit dan kau yg berdiri menolongnya. Mungkin. Terkadang kau lakukan itu, tetapi tidak jarang kau berlari meninggalkanku hingga aku harus bangkit dengan terbata untuk mengejarmu kembali.